

Hari ini banyak orang bilang, “Marketing sekarang itu harus personal”. Yaps, itu benar. Buat brand yang dari awal dibangun lewat figur founder atau CEO, itu sebuah keberuntungan. Tapi, gimana kalau brand kamu start-nya nggak dari sana? Gimana cara nerapin antara personal branding dan corporate branding?
Oke, tenang Crepanity. Pertama, kita harus akui dulu, bahwa sekarang trust itu dibangun dari kedekatan. Brand tanpa sosok personal, jelas kelihatan dingin. Nah masalahnya, terlalu ngandelin sosok personal itu juga sangat risky. Kalau orangnya hilang, brand ya jelas bisa ikut-ikutan.
Makanya, supaya kamu nggak salah strategi branding, di artikel ini kita bakal bahas tuntas soal personal branding dan corporate branding. Mulai dari perbedaannya, cara milih pendekatan yang sesuai, sampai tips buat nyatuin keduanya biar brand kamu tetap relevan dan menjual.
Apa Itu Personal Branding dan Corporate Branding?
Meski sama-sama bicara soal citra, personal branding dan corporate branding ini berdiri di dua ranah yang berbeda. Masing-masing punya fokus, pendekatan, dan strategi komunikasi yang khas. Untuk gambaran singkat, kamu bisa lihat perbandingannya lewat visual di bawah ini.

Gimana? Simpel kan? Tapi kalau kamu butuh penjelasan yang lebih lengkap, tenang, kita bahas tuntas satu per satu di bawah ini, dirangkum dari Forbes.
1. Subjek Utama
- Personal branding adalah strategi membangun citra dari seorang individu sebagai representasi nilai atau expertise tertentu.
- Sedangkan corporate branding adalah pendekatan membangun identitas bisnis sebagai sebuah entitas utuh yang punya misi dan value sendiri.
2. Tujuan Branding
- Personal: Meningkatkan kepercayaan, memperluas pengaruh, atau membangun loyal community yang terhubung secara emosional.
- Corporate: Menciptakan brand equity, konsistensi brand voice, dan positioning bisnis yang kuat di benak konsumen.
3. Gaya Komunikasi
- Personal: Lebih spontan, emosional, dan terasa otentik. Sering menggunakan storytelling dan opini pribadi.
- Corporate: Lebih profesional, sistematis, dan representatif dari brand secara keseluruhan.
4. Channel yang Digunakan
- Personal: Aktif di media sosial pribadi, podcast, atau blog yang dikelola langsung.
- Corporate: Lewat platform resmi, press release, campaign, dan komunikasi brand formal lainnya.
5. Risiko dan Kelebihan
- Personal: Cepat membangun kedekatan, tapi rentan kalau terjadi krisis reputasi pada individu.
- Corporate: Lebih tahan lama dan stabil, tapi butuh waktu lebih lama untuk membangun koneksi yang human-centric.
6. Contoh Nyata
- Personal Branding: Elon Musk yang jadi wajah dari Tesla dan X.
- Corporate Branding: Apple, yang selalu konsisten dengan value inovasi dan lifestyle premium-nya, tanpa tergantung satu figur.
Mana yang Lebih Efektif dan Kapan Digunakan?
Memilih antara personal branding dan corporate branding bukan sekadar soal selera, tapi tentang strategi yang tepat untuk fase dan tujuan bisnis kamu.
Neil Patel, seorang pakar pemasaran digital, pernah bilang bahwa waktu agensinya masih kecil, personal brand-nya ngebawa masuk revenue $5,1 juta. Tapi, makin ke sini, pertumbuhan terbesarnya justru datang dari corporate brand. Kenapa?
Karena brand bisnis lebih scalable buat dapetin klien enterprise lewat RFP (Request for Proposal) dan deal yang lebih besar-besar.
Jadi, biar nggak salah strategi branding, yuk kita breakdown bareng: kapan kamu sebaiknya pakai personal branding dan corporate branding:
1. Lagi Start dari Nol
Kalau kamu bangun bisnis mulai dari nol, maka bangun personal branding dulu. Nunjukin siapa kamu itu powerful banget buat dapetin trust awal. Orang lebih percaya sosok personal daripada institusional.
2. Lagi Mau Scale Up
Saat tim mulai nambah, produk makin banyak, dan kamu mulai nargetin market lebih luas, corporate branding itu wajib. Supaya brand kamu nggak tergantung satu orang doang.
3. Jualan Expertise, Bukan Barang
Kalau kamu jualan skill, layanan konsultasi, edukasi, atau konten, berarti personal branding bakal bikin kamu lebih relatable dan dipercaya. Sedang jualan barang, kamu bisa pakai corporate branding.
4. Produk massal & Mau Konsistensi
Di industri FMCG, tech, fashion, atau service massal, corporate branding lebih cocok. Karena yang penting dan dibutuhkan calon pelanggan adalah kepercayaan terhadap sistem, bukan orangnya.
5. Strategi Jangka PPanjang? Gabungin!
Banyak brand besar sekarang pakai hybrid model: personal branding buat pendekatan human-to-human, corporate branding buat jaga konsistensi & nilai brand jangka panjang. Kalau mau jangka panjang, kamu bisa gabungin keduanya.
Intinya, nggak ada jawaban mutlak. Tapi kalau kamu tahu posisi brand kamu ada di mana sekarang, kamu bakal tahu juga branding mana yang bisa nge-lead pertumbuhan kamu selanjutnya.
Studi Kasus Singkat dari Berbagai Brand
Kalau kamu masih mikir, “Oke, konsepnya menarik, tapi gimana praktik nyatanya?”, tenang Crepanity. Di bagian ini, Crepanion bakal kasih dua contoh brand yang udah buktiin kekuatan personal branding dan corporate branding dalam dunia nyata.
1. Elon Musk dan Personal Branding
Menurut Brand Credential, Elon Musk adalah contoh ultimate dari personal branding yang berhasil nge-drive awareness sekaligus trust buat brand yang dia bawa, kayak Tesla, SpaceX, sampai Neuralink.
Gaya komunikasinya yang blak-blakan, aktif di X (sebelumnya Twitter), dan penuh opini, bikin audiens ngerasa “kenal” sama dia, dan itu nular ke produknya.
Tapi branding berbasis personal itu high risk, high reward. Masih dari sumber yang sama, beberapa cuitan kontroversial Musk sempat bikin harga saham Tesla goyang. Ini artinya ngasih sinyal bahwa kalau figur sentralnya kena backlash, dampaknya bisa langsung nyamber ke bisnis.
Jadi meskipun kelihatan powerful, personal branding tetap butuh strategi manajemen krisis yang mateng.
2. Apple dan Corporate Branding
Dalam ulasannya, Beloved Brands menyebut Apple sebagai benchmark dalam urusan corporate branding.
Sejak era Steve Jobs sampai Tim Cook, mereka konsisten bawa nilai brand yang fokus ke desain minimalis, user experience, dan privasi. Bukan hanya tentang produk, tapi lifestyle yang mereka jual lewat ekosistemnya.
Dari situ, Apple jadi bukti bahwa identitas brand bisa kuat meski nggak selalu menempel ke satu figur. Bahkan setelah Steve Jobs wafat, brand ini tetap melaju tanpa “kehilangan arah”, karena DNA brand-nya udah solid di semua lini, dari komunikasi sampai packaging.
Lebih lanjut, Beloved Brands bilang kalau corporate branding ini bikin Apple mampu ekspansi ke produk baru (kayak Apple Watch, Vision Pro) tanpa perlu bergantung ke storytelling personal. Ini cocok buat brand yang pengin long-term consistency dan tetap relevan di tengah perubahan cepat industri.
Tips Praktis Gabungin Personal Branding dan Corporate Branding
Setelah memahami kedua strategi branding ini, kamu mungkin mulai mikir, “Bisa nggak sih dua strategi ini dipakai bareng tanpa saling tabrakan?” Jawabannya: bisa banget! Tapi ya, nggak asal tempel nama founder terus jadi kampanye. Ada strateginya.
Berikut ini beberapa tips dirangkum dari Content Marketing Institute yang udah kita sesuaikan biar makin nyantol sama Crepanity:
1. Tentuin Dulu Core DNA Brand-nya
Personal atau corporate branding harus berangkat dari satu fondasi yang sama: value utama brand. Kalau fondasinya kuat, keduanya bisa berkembang ke arah yang sinergis, bukan pecah suara.
Misal, kalau brand kamu mengusung value “empowering entrepreneurs,” maka sosok personal yang kamu dorong juga harus menyuarakan hal itu secara konsisten, walau dengan gaya lebih casual dan human. Oke?
2. Bedain Peran, tapi Satu Frekuensi
Corporate branding bisa jadi wajah formal brand ke media dan partner, sedangkan personal branding lebih ke internal atau komunitas kecil. Tapi kamu harus pastikan, pesannya jangan sampai beda arah.
Contohnya: corporate nyuarain misi lewat campaign, personalnya masuk lewat behind-the-scenes atau insight harian. Tujuannya tetap sama: bangun trust dan loyalitas, tapi dengan channel dan style yang beda.
3. Jangan Andalkan Figur Tunggal Selamanya
Bangun sistem personal branding yang bisa regeneratif. Jangan cuma tumpu ke satu orang (misal founder). Ciptakan banyak brand face lain yang bisa take over narasi kalau sosok utama nggak aktif lagi. Entah itu brand manager, digital marketer, atau staf yang lain.
Ini penting biar brand tetap stabil meski personal brand-nya berubah. Ingat, personal brand itu bukan ikon, tapi corong nilai. Siapa pun yang menyuarakan bisa dirotasi, asal pesannya konsisten.
4. Buat Format Kolaboratif, Bukan Kompetitif
Biar dua branding ini bisa jalan bareng, kamu bisa bikin konten kolaboratif. Misalnya seri podcast antara brand dan figur personal, atau campaign co-branding yang eksplisit munculin keduanya.
Jadi, bukan cuma “ini sisi brand” vs “ini sisi personal”, tapi benar-benar satu narasi utuh yang menguatkan positioning bisnis kamu dari dua dimensi.
5. Ukur Dampaknya dari Dua Arah
Lacak metrik personal branding (engagement, reach, sentiment) dan corporate branding (brand recall, NPS, conversion). Dari situ, kamu bisa tahu mana yang lebih ngaruh di fase-fase funnel tertentu.
Misalnya: personal branding kuat di awareness dan trust, corporate branding perform di konversi dan retensi. Dua-duanya penting, tapi punya peran berbeda, kayak dua alat musik yang harmonis kalau dimainkan bareng.
6. Naikin Branding Game Kamu Bareng Crepanion
Kalau kamu pengen mulai ngebangun branding yang solid, baik dari sisi personal maupun corporate, tapi bingung mulai dari mana, Crepanion siap bantu. Kita nggak cuma urusin visual, tapi bantu kamu mulai dari strategi dasarnya.
Lewat layanan Corporate Identity dan Social Media Management, Crepanion bisa bantu kamu tampil konsisten di Instagram atau TikTok. Mulai dari desain identitas brand sampai produksi konten yang aligned sama value dan karakter kamu.
Dan kalau kamu pengen personal branding dan corporate branding kamu tumbuh bareng-bareng, kita juga punya layanan Brand Training buat tim internal. Jadi semua orang di dalam brand kamu bisa speak the same language, biar komunikasinya nggak cuma solid, tapi juga scalable.
Kalau kamu tertarik, langsung klik ikon WhatsApp di pojok kanan bawah ya buat diskusi sama tim Crepanion!
Simpulan
Itulah pembahasan lengkap soal personal branding dan corporate branding yang bisa kamu jadikan bekal buat menyusun strategi komunikasi brand ke depannya. Supaya nggak bingung dan bisa kamu catat ulang, berikut Crepanion rangkum poin-poin penting yang udah kita bahas tadi:
- Personal branding adalah cara membangun citra diri sebagai individu. Cocok buat ngebangun trust di tahap awal atau saat jualan berbasis kepercayaan.
- Corporate branding adalah pendekatan membangun identitas brand sebagai entitas. Cocok buat skala besar, positioning jangka panjang, dan konsistensi brand voice.
- Perbedaan personal dan corporate branding terlihat dari subjeknya, gaya komunikasi, channel yang dipakai, sampai risiko dan dampaknya.
- Pilih strategi branding sesuai kebutuhan bisnismu. Personal branding unggul di trust building, corporate branding unggul di scale dan sustainabilitas.
- Gabungkan keduanya dengan cara: samakan visi, bedakan peran, aktif di kanal yang sesuai, dan buat narasi yang saling menguatkan.