#StressLessEarnMore

Mengenal Agile Management: Prinsip, Cara Menerapkan, hingga Contoh Kasusnya

Agile Management: Metode Manajemen Proyek Versi Modern

Mengelola proyek bisnis itu nggak selalu mulus. Kadang, meski brief udah jelas, tim udah kerja keras, tapi hasilnya masih saja jauh dari ekspektasi. Nah, kalau bisnis atau proyek kamu sering mengalami hal demikian, mungkin metode agile management adalah solusinya.

Menurut laporan dari Zippia, 71% perusahaan di AS kini menggunakan agile management dalam proyek mereka. Metode ini terbukti lebih unggul, dengan tingkat keberhasilan 64%—jauh di atas pendekatan tradisional seperti waterfall yang hanya mencapai 49%. 

Menariknya lagi, perusahaan yang menerapkan agile management ini mencatat pertumbuhan pendapatan dan labanya hingga 60%.

Pendekatan agile management ini memang menarik. Kalau kamu penasaran dan mau menerapkannya, mari baca artikel ini dulu. Kita akan membahasnya lebih dalam, mulai dari prinsip-prinsipnya, manfaatnya, serta langkah-langkah praktis untuk menjalankannya.

Apa Itu Agile Management?

Sebelum lebih mendalam, kita mesti tahu apa yang dimaksud agile management. Mengutip Hoda, Noble, dan Marshall (2008), agile management adalah pendekatan pengelolaan proyek yang berfokus pada fleksibilitas, kolaborasi tim, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan. 

Dalam praktiknya, agile management membagi tugas dalam siklus-siklus yang bersifat pendek. Tujuannya supaya anggota dalam tim bisa terus mengevaluasi dan menyempurnakan hasilnya secara berkala.

Berbeda dari metode tradisional yang cenderung kaku dan berorientasi pada kontrol. Agile management menekankan 3 point dalam praktiknya, yaitu: peran tim yang mandiri, kepemimpinan yang lebih melayani (servant leadership), dan keterlibatan aktif dari klien sepanjang proses. 

Hal-hal itulah yang membuat agile management menjadi metode pengelolaan proyek yang efektif. Sebab ia memungkinkan respons yang cepat terhadap feedback dan perubahan kebutuhan bisnis, tanpa harus mengorbankan kualitas atau timeline proyek.

Prinsip-prinsip Agile Management

Dalam menerapkan agile management ini, ada beberapa prinsip yang perlu kamu perhatikan. Sebab prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar kenapa sebuah tim bisa bekerja lebih cepat, efisien, dan adaptif terhadap perubahan. 

Dilansir dari artikel ilmiah karya Larri Rosser, dengan judul “Principles for Agile Development”, berikut uraian prinsip-prinsip agile management:

1. Penyampaian Nilai di Awal secara Konsisten

Fokus utama dari agile adalah memberikan nilai nyata ke stakeholder secara cepat dan berkelanjutan. Alih-alih menunggu akhir proyek, tim didorong untuk menyelesaikan dan merilis bagian-bagian produk secara bertahap. 

2. Merespons Perubahan dengan Fleksibel

Agile mengakui bahwa kebutuhan proyek bisa berubah sewaktu-waktu. Karena itu, perubahan bahkan yang datang di tahap akhir, dianggap sebagai peluang, bukan gangguan. Prinsip ini mendorong tim untuk tetap fleksibel, selama perubahan itu menambah nilai bagi klien.

3. Kirim Hasil Nyata Secara Bertahap

Prinsip yang ketiga menekankan kemampuan tim untuk menghasilkan nilai nyata dalam siklus waktu yang pendek. Fokusnya bukan sekadar sering, tapi pada kemampuan tim untuk terus mengirimkan kapabilitas yang sudah bisa diuji dan dipakai, dalam waktu yang singkat (biasanya 1–4 minggu).

4. Kolaborasi Harian antar Tim dan Pemangku Kepentingan

Agile sangat menekankan pentingnya komunikasi antar semua pihak, dari owner, manager, sampai staf. Sebab interaksi yang intens setiap hari membantu mempercepat proses pengambilan keputusan dan mengurangi miskomunikasi yang bisa menghambat proyek.

5. Lingkungan yang Mendukung & Tim yang Dipercaya

Prinsip ini menekankan pentingnya membangun kepercayaan dan memberikan dukungan penuh kepada tim. Agile percaya, ketika tim merasa dipercaya dan difasilitasi dengan baik, mereka bisa lebih fokus dan produktif dalam menyelesaikan tugasnya.

6. Komunikasi Langsung yang Efektif

Agile lebih mengandalkan komunikasi langsung, entah lewat diskusi cepat di kantor atau obrolan virtual, daripada laporan panjang atau dokumentasi yang sifatnya seremonial belaka. Sebab informasi yang disampaikan secara personal, biasanya cenderung lebih jelas dan cepat dipahami.

7. Progres Diukur dari Hasil yang Bisa Diuji dan Digunakan

Alih-alih mengukur progres dari seberapa banyak dokumen yang disusun atau task yang dibuka, agile mengukur keberhasilan dari seberapa banyak fitur atau solusi nyata yang berhasil dikembangkan dan diuji secara langsung.

8. Jaga Ritme Kerja yang Sehat dan Berkelanjutan

Agile menargetkan ritme kerja yang konsisten. Semua pihak, mulai dari staff sampai manager, diharapkan mampu bekerja dalam tempo stabil tanpa burnout, sehingga hasil yang dicapai bisa berkelanjutan dalam jangka panjang.

9. Utamakan Kualitas Teknis dan Desain yang Solid

Tim agile menjaga kualitas melalui desain yang modular dan perhatian pada detail teknis. Prinsip ini memastikan bahwa produk tetap scalable, mudah dipelihara, dan siap dikembangkan lebih lanjut di masa depan.

10. Sederhana Lebih Baik

Agile mendorong untuk hanya mengerjakan hal-hal yang benar-benar penting. Dokumentasi, pelaporan, dan proses kerja lebih disederhanakan agar tim bisa lebih fokus ke hal-hal yang berdampak langsung pada hasil proyek.

11. Tim yang Mandiri dan Bertanggung Jawab

Tim dalam agile dipercaya untuk mengambil keputusan sendiri terkait cara kerja, tanpa terlalu banyak campur tangan dari atas. Prinsip ini diyakini bisa melahirkan tim yang lebih mandiri, inovatif, dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya.

12. Evaluasi Diri dan Tingkatkan Cara Kerja secara Berkala

Di akhir setiap siklus kerja (iteration), tim melakukan refleksi: apa yang berhasil, apa yang tidak, dan apa yang bisa diperbaiki. Hasil refleksi ini kemudian bisa langsung diterapkan di siklus berikutnya agar proses kerja makin efektif.

Agile Management vs. Waterfall Management: Apa Perbedaannya?

Di awal sempat kita singgung, bahwa waterfall itu metode pesaing dari agile management. Keduanya ini sebenarnya punya keunggulan dan tantangannya tersendiri pada jenis proyek dan konteks perusahaannya. 

Nah, supaya kamu bisa memilih metode mana yang paling pas, mari kita lihat perbandingannya secara menyeluruh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thesing, Feldman, dan Burchardt (2021):

1. Planning Character

  • Waterfall: Mengandalkan perencanaan menyeluruh di awal proyek. Semua kebutuhan, jadwal, dan anggaran sudah ditentukan sejak awal dan jarang berubah.
  • Agile: Menggunakan perencanaan bertahap. Rencana disusun secara iteratif dan fleksibel, karena mengikuti perubahan kebutuhan perusahaan atau klien selama proyek berjalan.

2. Team Collaboration

  • Waterfall: Tim bekerja berdasarkan pembagian tugas yang kaku dan berurutan. Selain itu, komunikasi antar tim juga lebih terbatas.
  • Agile: Kolaboratif dan terbuka. Tim bekerja lintas fungsi, berinteraksi setiap hari, dan mengedepankan komunikasi langsung serta transparan.

3. Response to Change

  • Waterfall: Kurang fleksibel. Perubahan dianggap mengganggu jalannya proyek dan bisa menimbulkan biaya tambahan.
  • Agile: Sangat fleksibel. Perubahan dianggap sebagai bagian dari proses dan bisa direspons dengan cepat berkat siklus kerja yang pendek.

4. Delivery & Feedback

  • Waterfall: Produk atau hasil akhir baru diserahkan di tahap akhir proyek, sehingga umpan balik datang terlambat.
  • Agile: Hasil kerja dikirim secara berkala (incremental delivery), sehingga pengguna bisa memberikan masukan lebih awal dan sering.

5. Documentation

  • Waterfall: Dokumentasi sangat lengkap dan tersusun sejak awal. Ini memudahkan pelacakan tapi bisa membebani tim.
  • Agile: Dokumentasi dibuat seperlunya. Fokus utama tetap pada kolaborasi dan hasil nyata, bukan formalitas dokumen.

6. Project Fit

  • Waterfall: Cocok untuk proyek dengan ruang lingkup tetap, regulasi ketat, atau minim perubahan. Misalnya proyek konstruksi atau sistem hukum.
  • Agile: Ideal untuk proyek yang penuh ketidakpastian, butuh eksperimen, atau melibatkan kebutuhan klien yang bisa berubah-ubah—seperti pengembangan produk digital.

Manfaat Agile Management untuk Pengelolaan Proyek

Dari penjelasan tentang pengertian, prinsip, dan perbandingannya dengan waterfall management, kamu mungkin penasaran: memangnya apa saja manfaat agile management untuk pengelolaan proyek?

Ada banyak manfaat yang bisa kamu dapatkan ketika menerapkan agile management. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bunsiri dan Kumprom (2016), setidaknya ada 10 benefit yang bisa didapatkan, yaitu:

1. Kualitas Produk Lebih Terjaga

Pertama, agile management mendorong quality control secara terus-menerus, dari awal hingga akhir sprint. Hal itu karena metode ini bersifat proaktif terhadap kualitas, sehingga selalu melakukan retrospektif secara rutin agar risiko kesalahan bisa ditekan sejak dini.

2. Kepuasan Pelanggan Lebih Tinggi

Sebagaimana dalam prinsip agile management, klien selalu terlibat sejak awal hingga akhir. Dengan begitu, agile memungkinkan feedback cepat dan pelaporan capaian secara bertahap, agar  hasil kerja lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. 

3. Meningkatkan Semangat dan Kepuasan Tim

Seperti kita bahas di awal tadi, agile management memberi kepercayaan kepada tim untuk mengorganisir dirinya sendiri. Nah, menurut Bunsiri dan Kumprom (2016), hal ini dapat meningkatkan semangat dan kepuasan tim, karena mereka merasa bebas dan dihargai kendati sebagai staf.

4. Kolaborasi dan Kepemilikan yang Kuat

Agile mendorong komunikasi intens setiap hari lewat daily scrum dan sesi sprint review. Dalam praktiknya, tim nggak kerja sendiri, klien dan stakeholder juga ikut terlibat secara langsung. Hasilnya, semua orang merasa punya andil dalam keberhasilan proyek, bukan cuma tim teknis saja.

5. Struktur Tim yang Fleksibel dan Customizable

Tim agile biasanya kecil (5–9 orang), tapi tetap bisa dibagi jadi beberapa sub-tim jika proyeknya besar. Karena sifatnya mandiri dan nggak bergantung pada hierarki kaku, tiap tim bisa menyesuaikan cara kerja sesuai gaya mereka, selama tetap mengarah ke tujuan bersama.

6. Pengukuran yang Lebih Relevan dan Akurat

Agile nggak cuma mengandalkan estimasi awal yang sifatnya spekulatif. Tim membuat perkiraan waktu dan biaya berdasarkan performa nyata mereka di lapangan, dan terus disesuaikan dari sprint ke sprint. Ini bikin pengambilan keputusan jadi lebih realistis dan tepat sasaran.

7. Visibilitas Proyek yang Lebih Tinggi

Setiap hari, tim dan stakeholder bisa melihat sejauh mana progres kerja lewat alat bantu visual seperti burndown chart, papan tugas, atau update sprint. Dengan transparansi ini, ketika ada hambatan pun bisa langsung diatasi sebelum jadi masalah besar.

8. Kontrol Proyek yang Lebih Baik

Agile memberi banyak momen untuk evaluasi, mulai dari daily stand-up sampai retrospektif. Artinya, semua pihak bisa ikut memantau, memberi masukan, dan melakukan koreksi saat dibutuhkan. Dengan kata lain, kontrolnya itu bukan cuma dari atas ke bawah, tapi bareng-bareng.

9. Prediksi Proyek Lebih Terukur

Karena sprint dilakukan secara konsisten, tim jadi punya track record performa yang bisa dianalisis. Dari sana, mereka bisa memperkirakan kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan backlog, berapa biayanya, dan risiko apa saja yang mungkin muncul.

10. Risiko Gagal Lebih Rendah

Agile membagi proyek jadi bagian-bagian kecil yang bisa langsung diuji dan digunakan. Jadi, kalaupun ada fitur yang gagal, kerugiannya masih bisa dikontrol. Bahkan dari sprint pertama pun, tim sudah bisa menunjukkan hasil yang berfungsi, bukan sekadar janji atau konsep.

Langkah-Langkah Menerapkan Agile Management 

Supaya tidak sekadar teori saja, mari kita pahami juga cara menerapkan agile management ini. Dilansir dari Adobe for Business, ada 6 tahap dalam menerapkan agile management. Berikut di antaranya: 

1. Menyusun Perencanaan Proyek

Langkah awal dimulai dengan menentukan tujuan utama proyek, ruang lingkup kerja, dan ekspektasi dari stakeholder. Perencanaan ini bukan soal menyusun jadwal detail sampai akhir, tapi lebih ke arah menyamakan visi tim dan menyusun fondasi kerja yang fleksibel.

Tim juga perlu menyepakati definisi kesuksesan proyek sejak awal. Misalnya: apa saja indikatornya, siapa yang terlibat, dan bagaimana proses komunikasi akan dijalankan selama proyek berlangsung.

2. Membuat Peta Jalan Produk (Product Roadmap)

Peta jalan produk berisi daftar fitur utama atau kapabilitas yang ingin dikembangkan. Ini semacam “kerangka besar” dari apa yang akan dicapai dari pengerjaan proyek dalam jangka waktu tertentu.

Roadmap ini dibuat biar tim bisa menjaga arah kerja sesuai dengan prioritas bisnis, sekaligus memberi gambaran ke stakeholder tentang nilai apa saja yang akan di-deliver selama proyek berjalan.

3. Merancang Rencana Rilis

Setelah roadmap selesai, tim kemudian menyusun rencana rilis, yaitu kapan dan bagaimana fitur-fitur atau konten dalam roadmap akan dikembangkan dan dirilis ke pengguna atau klien.

Biasanya, fitur dengan nilai tertinggi akan dirilis lebih awal. Rencana rilis ini dibuat fleksibel agar bisa menyesuaikan jika ada perubahan kebutuhan di tengah jalan.

4. Menyusun Rencana Sprint

Sprint adalah periode kerja singkat (biasanya 1–4 minggu) di mana tim fokus menyelesaikan fitur atau konten tertentu. Dalam sprint planning, tim menentukan tujuan sprint, memilih backlog yang akan dikerjakan, dan menyusun strategi teknis untuk menyelesaikannya.

Di tahap ini, estimasi waktu dan pembagian tugas dilakukan bareng-bareng oleh seluruh tim, bukan ditentukan sepihak. Kenapa? Karena akan membuat proses jadi lebih kolaboratif dan realistis.

5. Melakukan Daily Stand-up

Setiap hari, tim mengadakan pertemuan singkat (biasanya 15 menit) untuk saling update. Misalnya seperti: apa yang dikerjakan kemarin, apa yang dikerjakan hari ini, dan apakah ada hambatan atau tantangan.

Daily stand-up ini penting dilakukan supaya menjaga semua orang yang terlibat tetap sinkron dan memberi kesempatan untuk mengatasi masalah sedini mungkin sebelum makin besar.

6. Sprint Review & Retrospektif

Di akhir setiap sprint, tim mengadakan dua sesi penting: sprint review dan sprint retrospective. Review dilakukan untuk mendemokan hasil kerja kepada stakeholder atau klien untuk mendapat feedback langsung.

Setelah itu, tim melakukan retrospektif, yaitu refleksi internal untuk mengevaluasi proses sprint, apa yang berjalan baik, apa yang bisa diperbaiki, dan bagaimana meningkatkan kinerja di sprint berikutnya.

Contoh Kasus Keberhasilan Agile Management dalam Berbagai Industri

Agile management sudah banyak diterapkan dengan sukses oleh banyak perusahaan, bahkan skala global. Salah satu di antaranya adalah Spotify, perusahaan media dan live streaming audio asal Swedia. Berdasarkan whitepaper dari Infosys, berikut penjelasan ringkas terkait studi kasus Spotify: 

#Contoh Kasus: Spotify dan Agile Management

Spotify, dalam menerapkan agile management, membentuk struktur kerja ke dalam tim-tim kecil yang disebut “squad”. Tiap tim ini mandiri, punya tanggung jawab dan pengambilan keputusan sendiri atas satu bagian produk.

Lalu, orang-orang di dalam “squad” ini dikelompokkan lagi berdasarkan keahlian dengan grup bernama “guilds”, dan berdasarkan tujuan kerja dengan nama “chapter”. Struktur ini, menurut laporan Infosys, membuat kerja tim di perusahaan Spotify jadi lebih fleksibel, cepat, dan terarah.

Dalam mengembangkan fitur baru, Spotify pakai pola kerja: pikirkan–buat–luncurkan–perbaiki. Mereka nggak nunggu semuanya sempurna dulu. Versi awal langsung diuji ke pengguna, lalu disesuaikan berdasarkan tanggapan yang diterima. Dari sinilah mereka bisa cepat tahu apa yang perlu dibenahi.

Kesimpulannya, boleh kita katakan kalau Spotify secara prinsip memang sudah menerapkan agile management. Di mana Spotify memberi timnya kepercayaan untuk mengambil keputusan, pemimpin lebih berperan sebagai fasilitator, dan seluruh tim diarahkan untuk terus belajar dan beradaptasi sesuai kebutuhan pelanggan.

Selain contoh kasus dalam pengelolaan proyek perangkat lunak, agile management juga diterapkan di industri kreatif. Salah satunya adalah Crepa Agency, digital marketing agency-consulting company.

#Contoh Kasus: Crepa Agency dan Penerapan Agile Management dalam Industri Kreatif

Sebagai agency kreatif yang menangani berbagai UKM dan big brand, Crepanion menyadari bahwa manajemen proyek yang terlalu kaku sering kali jadi penghambat. Karena itu, kami menerapkan prinsip agile management dalam menangani proyek-proyek digital marketing.

Setiap tim Crepanion, dibentuk berdasarkan tujuan spesifik proyek. Brief dibahas secara berkala sepanjang proses. Komunikasinya pun dilakukan rutin, baik harian maupun mingguan. Hal itu semata agar semua pihak tetap sinkron dan cepat merespons perubahan kebutuhan klien.

Selain itu, kami juga menanamkan rasa kepemilikan (ownership) dalam setiap tim, dan menerapkan prinsip risk-based thinking, yaitu mengidentifikasi risiko sejak awal agar keputusan yang diambil selalu tepat dan efisien. 

Dari situ, banyak klien kami merasa cocok dengan timeline Crepanion yang on time namun tetap terukur. Maka, jika kamu sedang membutuhkan agency yang bukan sekadar “kerja cepat”, tapi juga menyelesaikan masalah secara on point, Crepanion bisa jadi partner bisnis kamu. 

Mulai dari influencer marketing, social media management, sampai strategic consultation, semuanya bisa. Cukup ceritakan masalahnya, dan kami akan bantu mencari solusinya bersama.

Ingin langsung mulai atau konsultasi dulu? Bebas. Langsung aja klik banner di bawah ini!

Simpulan

Sekali lagi, mengelola proyek di era yang serba cepat seperti sekarang ini butuh pendekatan yang juga gesit dan fleksibel. Itulah mengapa agile management jadi salah satu strategi terbaik untuk memastikan proyek berjalan efektif dan adaptif dengan kebutuhan pasar. 

Supaya tidak lupa, berikut Crepanion rangkum poin-poin yang telah kita bahas tadi:

  • Agile management adalah pendekatan pengelolaan proyek yang fleksibel, kolaboratif, dan responsif terhadap perubahan.
  • Pendekatan ini terbukti lebih unggul dibandingkan waterfall, terutama dalam hal adaptabilitas dan efisiensi waktu.
  • Ada 12 prinsip agile yang jadi fondasi utama dalam praktiknya, mulai dari iterasi cepat, kolaborasi harian, sampai evaluasi rutin.
  • Agile menawarkan banyak manfaat, seperti kerja tim yang solid, visibilitas progres yang jelas, hingga risiko kegagalan yang lebih rendah.
  • Langkah-langkah penerapannya mencakup perencanaan proyek, pembuatan roadmap, perencanaan sprint, stand-up harian, hingga review dan retrospektif.
  • Contoh penerapannya bisa dilihat pada perusahaan global seperti Spotify, dan juga agency lokal seperti Crepa, yang sukses menerapkan agile untuk meningkatkan efektivitas kerja dan kepuasan klien.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *