

Dear digital marketer, pernah nggak kamu nge-freeze saat ditanya atasan begini, “Dari campaign dan channel yang udah kita pakai, mana yang paling ngaruh ke konversi?” Kalau pernah, kini waktunya kamu kenalan sama attribution model. Karena dia bisa bantu kamu menjawab pertanyaan itu.
Crepanion pikir, memahami attribution model ini amat sangat penting. Karena kalau kamu nggak tahu kontribusi tiap channel, budget marketing bisa kelempar ke arah yang salah. Akibatnya, ROI jadi jeblok, dan strategi growth brand-mu malah jalan di tempat. Apalagi kalau channel-nya banyak. Makin ruwet urusannya.
Well, tenang aja, Crepanion di sini akan bantuin kamu agar lebih paham soal-soal begituan. Di artikel ini, kita bakal bahas attribution model dengan cara yang simpel, relevan, dan bisa langsung kamu aplikasikan ke strategi marketing kamu.
Apa Itu Attribution Model dan Kenapa Penting Buat Bisnis
Sekarang kita masuk ke pemahaman dasarnya dulu: jadi apa itu attribution model? Menurut Leguina, Cuevas, & Rumin (2020), attribution model adalah aturan atau algoritma untuk mendistribusikan “kredit” atas tiap channel dalam perjalanan pelanggan sebelum konversi.
Tapi jangan salah, attribution model itu nggak cuma soal “last-click” atau “first-click” aja. Ada juga model linear, time-decay, sampai data-driven yang lebih advanced dan nyesuaiin sama perilaku real pengguna.
Nah, kenapa ini penting buat bisnis? Karena menurut riset Bharti (2020), lebih dari 67% anggaran digital marketing kini dijalankan di banyak channel, dan attribution model lah yang bantu kamu alokasikan budget secara optimal.
Jadi tanpa memahami sejauh mana tiap channel berkontribusi, kamu bisa over-invest di channel yang sebenarnya underperform, apalagi jika cuma andalkan last-click attribution yang cenderung misleading.
Jenis-jenis Attribution Model yang Perlu Kamu Tahu
Setelah kamu paham dasar attribution model dan urgensinya, kita lanjut bahas jenis-jenisnya yang bakal bikin strategi budget marketing kamu makin tajam. Mengutip Pathmetrics, ada setidaknya 5 jenis attribution model yang lengkap dan aplikatif.
1. First-Click Attribution
Model ini ngasih seluruh kredit ke channel pertama yang bikin user kenal brand kamu. Misal, orang pertama kali klik iklan Meta Ads, lalu seminggu kemudian baru checkout lewat email, ya berarti yang dihitung cuma Meta Ads.
Model pertama ini cocok kalau goal kamu awareness, tapi riskan banget untuk overrate channel top-funnel.
2. Last-Click Attribution
Kebalikannya dari yang tadi. Model kedua, semua kredit jatuh ke channel terakhir sebelum konversi. Contoh: seseorang tahu brand kamu dari TikTok, sempat lihat ads di YouTube, tapi baru beli setelah klik link dari email.
Nah, dalam konteks ini, yang dapat kredit cuma email-nya doang. Simpel, tapi sering misleading karena nge-skip semua effort sebelumnya.
3. Linear Attribution
Model ini main adil. Semua touchpoint sebelum konversi dikasih kredit yang sama besar. Misal, kalau ada 4 channel yang dilalui user sebelum beli, semuanya dapat 25%.
Attribution model yang ketiga ini cocok buat tim marketing yang pengen tahu kontribusi rata-rata tiap channel, tapi bisa ngebuat channel yang sebenarnya lebih impactful jadi kelihatan “sama rata.”
4. Time-Decay Attribution
Mirip kayak linear, tapi pakai prinsip waktu. Semakin dekat sebuah channel ke waktu konversi, makin besar kreditnya. Misalnya, channel yang disentuh H-1 konversi dikasih bobot lebih besar dari yang disentuh H-10.
Cocok banget kalau bisnis kamu mengandalkan nurturing di fase akhir, kayak promo email atau retargeting ads.
5. Position-Based Attribution (U-Shaped)
Model yang terakhir ini membagi 40% kredit ke touchpoint pertama, 40% ke touchpoint terakhir, dan 20% sisanya dibagi rata ke yang di tengah.
Logikanya: channel pertama bangun awareness, channel terakhir nutup deal, sisanya support system. Ini opsi yang seimbang kalau kamu percaya bahwa awareness dan closing sama-sama krusial.
Gimana Cara Menentukan Attribution Model yang Paling Pas Buat Bisnis Kamu
Sekarang setelah kita kenal berbagai jenis attribution model, saatnya kamu tahu gimana cara memilih yang paling cocok buat bisnis kamu. Pedoman dari Bloom Consulting Group bisa jadi acuan utama agar pilihannya tepat sasaran dan bisa langsung diimplementasikan.
1. Kenali Customer Journey-mu secara Menyeluruh
Pertama, kamu perlu audit touchpoint yang dilalui pengguna dari awareness hingga konversi. Apakah mereka pertama kali ketemu lewat sosial media, lalu diseret lewat email, dan closing via retargeting?
Map perjalanan ini penting kamu ketahui supaya attribution model yang kamu pilih benar-benar menggambarkan real journey.
2. Cocokkan dengan Tujuan Marketing & KPI‑mu
Kalau kamu fokus bikin awareness, first‑touch atau position‑based bisa jadi pilihan. Tapi kalau kamu kejar konversi cepat, last‑touch atau time‑decay lebih pas.
Well, untuk lihat sinergi antar channel, multi‑touch seperti linear atau position‑based akan memberi insight lebih menyeluruh.
3. Perhatikan Panjang dan Kompleksitas Sales Cycle
Kalau cycle-nya pendek dan straightforward, last-click saja udah cukup. Namun kalau customer journey brand kamu panjang dan banyak titik interaksi, multi-touch attribution (linear, posisi, atau data-driven) bisa ngasih gambaran lebih akurat.
4. Sesuaikan dengan Sumber Daya & Kualitas Data yang Kamu Punya
Kalau datamu simpel atau terbatas, model seperti first-click atau last-click lebih mudah diterapkan. Tapi kalau kamu punya analytic tools yang mumpuni dan datanya solid, kamu bisa mulai explore model data-driven atau custom attribution.
5. Lakukan Pengujian dan Perbaikan secara Berkala
Tapi ingat, attribution bukan sekali pilih terus finish. Ujilah beberapa model, bandingkan hasilnya, lalu refine model kamu sesuai perubahan strategi atau perilaku pelanggan. Yang paling insightful bisa jadi pilihan jangka panjang.
Tools yang Bisa Bantu Kamu Menerapkan Attribution Model
Punya attribution model yang paling cocok itu penting. Tapi kamu juga butuh tools, yang bukan cuma bantu tracking, tapi juga visualisasi, analisis performa, sampai bikin kamu bisa ambil keputusan berdasarkan data real-time. Berikut rekomendasi dari Crepanion:
1. Google Analytics 4 (GA4)
Platform ini bukan sekadar pengganti Universal Analytics. GA4 udah dilengkapi fitur conversion path, event-based tracking, dan attribution comparison. Jadi cocok buat bisnis yang udah punya website dan pengen insight attribution lintas channel. Gratis pula.
2. HubSpot Marketing Hub
Buat yang main inbound dan butuh integrasi CRM, HubSpot punya fitur attribution reports yang cukup powerful. Kamu bisa lihat channel mana yang berkontribusi dalam tiap stage funnel, mulai dari first interaction sampai deal closed.
3. Segment by Twilio
Segment bantu kamu kumpulin dan sinkronisasi data user dari berbagai platform. Seperti website, app, email, dll., ke satu tempat. Attribution model jadi lebih akurat karena datanya nggak kepotong-potong. Cocok banget buat startup atau scale-up yang butuh fleksibilitas tinggi.
4. Wicked Reports
Tools ini dirancang khusus buat e-commerce dan performance marketer yang pengen tahu ROI dari tiap touchpoint, bukan cuma klik terakhir. Ditambah lagi, Wicked Reports mendukung multi-touch attribution dan bisa integrasi sama Google, Meta, bahkan Klaviyo.
5. Adobe Marketo Engage
Kalau kamu main di enterprise level dan butuh automation yang kompleks, Marketo bisa jadi senjata andalan. Attribution modeling-nya mendalam dan bisa dikustomisasi sesuai sales cycle dan touchpoint strategis brand kamu.
Simpulan
Itulah pembahasan lengkap soal attribution model, alat vital buat kamu yang pengen strategi marketing-nya makin presisi, efisien, dan impactful. Biar makin nempel, yuk kita rekap bareng poin-poin penting yang tadi udah kita kulik habis:
- Apa itu attribution model dan kenapa penting: Ini adalah sistem yang bantu kamu tahu kontribusi tiap channel dalam customer journey. Tanpanya, strategi marketing kamu bisa jadi bias dan boros bujet.
- Jenis-jenis attribution model: Mulai dari first-click, last-click, linear, time-decay, sampai yang hybrid kayak position-based, semuanya punya fungsi dan karakter masing-masing. Yang paling cocok tergantung tujuan dan struktur bisnismu.
- Cara milih attribution model yang tepat: Kenali journey customer-mu, tentukan prioritas KPI, evaluasi data yang tersedia, dan jangan lupa uji-coba dulu. Pilih yang paling sesuai dengan kondisi bisnismu sekarang.
- Tools yang bisa bantu eksekusi: Ada GA4, HubSpot, Segment, sampai Marketo. Semua bisa bantu kamu nge-track dan nge-analisis performa attribution secara real-time.
Nah, kalau kamu pengen brand-mu nggak cuma sekadar “ada di pasar” tapi juga jadi pemain utama, Crepanion siap bantu dari segi branding-nya. Mulai dari bikin konten media sosial yang data-driven, influencer marketing, sampai web development & brand training..
Tenang aja, kami nggak asal gerak. Di Crepa, setiap langkah didasari tiga prinsip utama:
- Ownership: Brand kamu kami perlakukan kayak brand kami sendiri.
- Agile: Kami adaptif, gesit, dan selalu update dengan tren pasar.
- Risk-Based Thinking: Setiap strategi kami rancang dengan pertimbangan risiko dan potensi hasil terbaik.
So, Crepanity udah siap bawa brand kamu ke level selanjutnya? Klik ikon WhatsApp di pojok kanan bawah kalau kamu pengen ngobrol langsung sama tim Crepanion!