

Tim kreatif udah gerak, budget juga aman, tapi konten brand kamu masih jalan di tempat? Tenang, nggak usah khawatir. Karena masalah kayak gini memang sering kejadian, bahkan di perusahaan besar sekalipun. Sebagai solusinya, coba identifikasi dulu kontennya dengan framework STEPPS.
Framework STEPPS ini dicetuskan oleh Jonah Berger, profesor marketing dari Wharton School. Dalam bukunya berjudul “Crafting Contagious Workbook”, Jonah bilang ada enam pola psikologis yang bikin orang terdorong buat nge-share sebuah konten. Pola itu kemudian dia rangkum dalam STEPPS.
Nah, di artikel ini, kita bakal bedah secara tuntas framework STEPPS. Mulai dari pengertiannya, cara menerapkannya, sampai contoh nyatanya dari berbagai brand besar. Jadi kalau kamu pengen kontenmu bukan cuma dilihat, tapi juga dibicarain banyak orang, yuk lanjut baca sampai habis.
Apa Itu Framework STEPPS?
Awal mula terciptanya framework STEPPS ini berangkat dari rasa penasaran Jonah Berger. Dia heran, kenapa sebagian bisa menyebar luas, sementara lainnya tenggelam begitu saja. Dari situ, mulailah dia meneliti ribuan konten viral, lalu menemukan ada formula psikologis di baliknya.
Nama framework STEPPS sendiri adalah akronim dari enam elemen: Social Currency, Triggers, Emotion, Public, Practical Value, dan Stories. Menurut Jonah, Masing-masing komponen ini berperan dalam mendorong orang untuk berbagi konten secara organik, meski tanpa perlu bujet iklan.
Jadi ringkasnya, framework STEPPS ini adalah kerangka yang terdiri dari enam elemen psikologis. Dengan framework ini, kamu atau tim kreatif bisa dipandu untuk membuat konten yang berpotensi viral, dan mengidentifikasi kenapa konten masih terus tenggelam.
6 Elemen dalam Framework STEPPS
Di bawah ini, kita bahas satu per satu elemen framework STEPPS yang kita ulas sebelumnya, yaitu Social Currency, Triggers, Emotion, Public, Practical Value, dan Stories:
1. Social Currency
Kebanyakan orang itu suka kelihatan keren, pinter, atau punya info yang orang terdekatnya belum banyak tahu. Nah, itulah yang dimaksud social currency. Bagaimana sebuah konten bisa bikin orang terlihat “ini gue kelihatan keren pasti kalau gue bagiin ke orang-orang”.
Jadi, kalau mau kontenmu berpotensi viral, pastikan dulu di dalamnya punya nilai pamer, atau sesuatu yang bikin audiens merasa istimewa saat membagikannya.
2. Triggers
Kalau mau kontenmu diingat dan dibicarain, bikinlah audiens kepikiran terus. Nah, menurut Jonah, caranya pakai triggers, atau pemicu yang bikin audiens merasa relate dengan kejadian atau kehidupan mereka sehari-hari. Dengan begitu, brand kamu otomatis nyangkut di benak mereka.
3. Emotion
Saat orang peduli, entah peduli dengan diri sendiri atau orang lain, mereka biasanya cenderung untuk berbagi. Karena itu, bagi Jonah, konten yang tingkat shareability-nya tinggi itu konten yang mengandung emosi. Misalnya emosi terharu, terinspirasi, atau geram akan sesuatu.
4. Public
Elemen publik dalam konteks content marketing ini gampangnya adalah konten yang bikin orang merasa FOMO. Misalnya ada influencer yang bikin lagi ramai pakai produk A, di situ otomatis public merasa tertinggal kalau nggak pakai produk A juga.
Tapi PR-nya di sini, brand kamu harus benar-benar bikin produk, atau pesan di dalam konten layak tampil, entah lewat desain, simbol, atau bahkan kebiasaan yang gampang dikenali.
5. Practical Value
Konten yang berguna itu ibarat oleh-oleh digital. Orang senang berbagi hal yang bisa bantu orang lain, baik itu tips hemat waktu, trik ngatur keuangan, atau informasi penting lainnya. Inilah yang dimaksud practical value. Makanya kasih value yang bisa langsung mudah dipakai oleh banyak audiens.
6. Stories
Menurut Jonah, manusia itu DNA-nya suka banget sama cerita. Karenanya, konten yang dibungkus dengan bentuk narasi atau storytelling, bakal jauh lebih mudah dipahami, diingat, dan dibagikan dibandingkan konten yang kaku.
Tapi ingat, ceritanya harus bisa mengandung pesan brand kamu. Jangan sampai cerita viralnya lepas dari inti yang pengen kamu sampaikan.
Bagaimana Menggunakan Framework STEPPS?
Supaya lebih kebayang, dan segera mempraktikkan framework STEPPS, Crepanion punya tips bagaimana menggunakan enam elemen psikologis tadi. Berikut uraiannya:
1. Ciptakan Bahan Pamer yang Layak DIbagikan
- Gunakan judul dengan daya tarik intelektual atau eksklusivitas. Contoh: “5 Strategi Branding yang Cuma Dipakai Brand Besar” atau “Inside Access: Cara Nike Testing Campaign Sebelum Launch.”
- Tambahkan fakta-fakta unik atau insight data yang belum mainstream. Misalnya, pakai data riset niche dari eMarketer atau McKinsey, lalu ubah jadi carousel Instagram.
- Bikin konten interaktif yang bisa dipamerkan. Contoh: quiz “Marketing Persona Kamu yang Mana?” yang bisa dibagikan setelah hasilnya muncul.
2. Tempelkan Brand ke Kebiasaan Sehari-hari
- Mapping konteks harian audiens. Misalnya, marketer biasanya scroll konten pagi hari sebelum kerja. Jadi buatlah konten, misalnya, “Morning Brief” atau “Marketing Monday” yang rutin terbit jam 08.00.
- Gunakan keyword atau warna yang konsisten secara visual. Bikin konten dengan tone warna khas, yang ketika muncul, langsung diasosiasikan ke brand kamu.
- Manfaatkan momen nasional, musiman, atau budaya populer. Contoh: rilis konten dengan tema THR menjelang Lebaran, atau masukin unsur “makan siang di kantor” buat produk snack.
3. Mainkan Emosinya, Jangan Hanya Fiturnya
- Pilih satu emosi utama per konten. Misalnya: haru untuk campaign rekrutmen, atau kagum untuk launching produk dengan fitur futuristik.
- Gunakan storytelling berbasis pengalaman nyata. Bisa dari user-generated story, review customer yang emosional, atau studi kasus personal.
- Gunakan elemen sinematik di video. Musik, ekspresi, pace narasi yang semuanya penting. Bahkan slide carousel bisa dibuat “bercerita” lewat urutan yang emosional.
4. Bikin Gampang DIlihat, Gampang Ditiru
- Buat “template” konten entertainment yang bisa dipakai ulang audiens. Seperti format testimoni “sebelum-sesudah” atau konten a day in my life dengan format “my version vs reality.”
- Kerjasama dengan influencer. Sekarang eranya influencer marketing. Jadi, sekali-kali undang influencer yang relevan untuk membuat konten saat menggunakan produk atau layananmu.
Kalau kamu butuh kerjasama dengan influencer yang relevan dengan brand identity kamu, kebetulan Crepanion bisa bantu kamu connect dengan influencer, mulai dari nano sampai makro. Nggak cuma buat ningkatin exposure, kami juga akan pilihkan influencer yang punya kredibilitas dan trust lewat kontennya.
Plus, semua prosesnya kami yang pegangin. Kamu tinggal duduk manis sambil lihat brand kamu naik kelas di mata audiens. Gimana? Mau langsung atau diskusi dulu? Silakan klik ikon WhatsApp di pojok kanan bawah, ya!
5. Jadikan Konten Seperti "Oleh-oleh Digital"
- Gunakan format checklist, how-to, atau template. Misalnya: “Template Email Follow Up untuk Klien yang Nggak Balas,” atau “Checklist Persiapan Kampanye Hari-hari Spesial.”
- Pakai visual sederhana tapi padat. Infografis, carousel, atau single slide dengan poin-poin penting lebih cepat dicerna daripada teks panjang.
- Tambahkan perbandingan kuantitatif. Contoh: “Dengan strategi A, CTR meningkat 2,4x dalam 3 minggu.” Sebab angka itu bikin konten lebih kredibel dan actionable.
6. Bungkus Pesan dalam Cerita yang Nempel
- Gunakan struktur cerita klasik: setup–conflict–resolution. Bahkan konten pendek di reels atau TikTok juga bisa pakai formula ini.
- Pastikan brand jadi bagian dari solusi, bukan jadi narator. Ceritanya bukan soal “kami hebat,” tapi “inilah yang dialami pengguna kami, dan kami bantu selesaikan.”
- Jadikan cerita sebagai kendaraan, bukan tujuan. Tujuan akhirnya tetap harus menyampaikan pesan utama, entah itu positioning brand, CTA, atau edukasi produk.
Contoh Penerapan Framewrk STEPPS dari Berbagai Brand Besar
Seperti Crepanion katakan di awal artikel, framework STEPPS ini telah dipakai oleh beberapa brand besar, pula dari berbagai niche. Dilansir dari thesis Valeria Rossi, dengan judul “Viral Marketing: How to Emotions Drive Content Sharing”, berikut tiga brand skala global yang menerapkannya:
1. Coca-Cola – “Share a Coke, Share a Feeling”
Coca-Cola pernah bikin gebrakan waktu mereka ganti logo di botol jadi nama-nama orang. Strategi ini sukses besar karena main di elemen “Social Currency”, di mana orang ngerasa spesial ketika menemukan botol dengan nama mereka dan otomatis pengin pamer ke media sosial.
Di sisi lain, botol berlabel nama juga jadi “trigger” yang kuat. Ketika orang lihat nama temannya di rak minimarket, mereka langsung kepikiran, ini jelas Coca-Cola. Pada gilirannya, konten berbasis user-generated pun bermunculan di mana-mana.
2. Dove – “Real Beauty Sketches”
Kampanye brand Dove ini mainin emosi surprise dan insecurity dengan sangat halus tapi ngena. Brand produk kecantikan dan perawatan tubuh ini ngajak beberapa perempuan asing untuk mendeskripsikan wajah mereka ke seniman sketsa forensik, tanpa tatap muka.
Hasilnya, sketsa dari orang asing terlihat lebih positif dibanding deskripsi diri mereka sendiri. Efeknya powerful banget, karena orang jadi langsung ngerasa terhubung secara emosional. Ini bukan cuma bikin orang tersentuh, tapi juga langsung pengen bagiin ke temannya.
3. Burger King – “The Moldy Whopper”
Burger King bikin keputusan berani, nampilin Whopper berjamur dalam iklan. Kampanye ini niat banget main di elemen triggers dan emotions, buat ngegambarin bahwa burger mereka bebas bahan pengawet. Mereka seperti sengaja bikin audiens-nya ngilu.
Tapi justru karena tampil beda dari standar “makanan estetik”, kampanye ini sukses besar. Ini jadi bukti kalau “emosi negatif” juga bisa viral, asal konteks dan narasinya kuat. Orang-orang jadi ngebahas, nge-share, bahkan debat gara-gara satu burger.
Simpulan
Itulah penjelasan tentang framework STEPPS. Jadi, mulai sekarang kita perlu menyadari, bahwa di balik setiap konten yang viral, hampir selalu ada strategi yang rapi dan terstruktur di baliknya. Dan strategi itu salah satunya adalah Framework STEPPS, seperti yang telah diterapkan oleh brand-brand besar.
Sebelum kamu tutup tab ini dan lanjut scroll, yuk ingat-ingat lagi poin penting yang mesti kamu catat:
- Framework STEPPS terdiri dari enam elemen: Social Currency, Triggers, Emotion, Public, Practical Value, dan Stories. Semuanya punya peran masing-masing dalam bikin konten lebih “menular”.
- Penerapannya nggak harus selalu lengkap enam-enamnya, tapi wajib relevan sama konteks brand dan audiens.
- Masing-masing elemen punya teknik eksekusi konten yang bisa dimaksimalkan—dari bikin quiz interaktif sampai crafting cerita yang relatable.
- Brand besar kayak Coca-Cola, Dove, dan Burger King udah ngebuktiin sendiri bahwa STEPPS bisa ngangkat engagement dan exposure secara organik.