Kemarin, kita udah sempat bahas soal ESG perusahaan. Artikel itu juga nyambung sama topik kali ini. Hanya saja, green supply chain management ini fokus ke dapur operasional, biar nggak boros energi, biar nggak menumpuk limbah perusahaan, dan tentunya, biar menjaga reputasi bisnis di mata konsumen dan investor.
Tapi Crepanity juga perlu tahu. Persoalan green supply chain management ini juga urgen untuk internal bisnismu. Menurut riset CDP Global Supply Chain Report, supply chain itu nyumbang lebih dari 80% total emisi karbon perusahaan. Artinya, kalau rantai pasok nggak diatur dengan bijak, perusahaan bakal bakar duit lebih banyak buat energi.
Makanya, di artikel ini kita bakal ngebahas Green Supply Chain Management secara lengkap, mulai dari definisinya, komponen kunci yang harus diperhatikan, sampai strategi implementasinya. So, baca materinya secara saksama, ya, biar bisnismu lebih efisien, dan lebih ramah lingkungan.
Apa Itu Green Supply Chain Management?
Tapi sebelum kita masuk lebih dalam, baiknya kita bareng-bareng paham dulu nih, apa sebenarnya yang dimaksud dengan green supply chain management.
Kalau kita mengutip Research Starters dari EBSCO, green supply chain management adalah pengembangan dan penerapan strategi, serta trik yang ramah lingkungan di seluruh aktivitas rantai pasok. Mulai dari desain produk, pengadaan bahan, produksi, sampai logistik dan daur ulang.
Dengan bahasa yang lebih sederhana lagi, bayangin gini: bahan baku dipilih dari supplier yang udah jelas ramah lingkungan. Pabrik kamu pakai energi terbarukan biar nggak boros listrik. Lalu proses produksinya pun dirancang biar minim limbah, sampai bahkan logistiknya pakai rute efisien biar emisi transportasi jadi lebih kecil.
Nah, itulah praktik dari green supply chain management. Dia itu ibarat jalur hijau yang ngalir dari hulu ke hilir. Jadi tujuannya jelas, buat ngurangin dampak lingkungan sambil bikin operasi tetap gesit dan efisien. Gimana? Sangat jelas, ya? Yuk, lanjut …
Komponen Utama Green Supply Chain Management
Kita lanjut ke komponen utamanya. Untuk menerapkan green supply chain management tentu nggak bisa kan, cuma modal niat aja. Tetap harus harus ada pondasi yang jelas. Nah, di GSCM, fondasinya ada di beberapa komponen, yakni:
1. Green Design
Ini tahap paling awal, yaitu bagaimana produk dirancang sejak awal biar minim dampak lingkungan. Contohnya, brand fesyen yang mendesain baju dari bahan organik atau daur ulang, bukan dari serat sintetis yang bikin limbah mikroplastik.
Intinya, sejak bikin produk harus udah ramah lingkungan, bahkan sebelum diproduksi massal.
2. Green Procurement
Setelah desain oke, bahan baku yang dipilih juga harus berstandar hijau. Misalnya, supplier kertas yang punya sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) atau pemasok bahan makanan organik yang nggak pakai pestisida berbahaya.
Kenapa sih, ini penting dalam green supply chain management? Karena procurement hijau ini untuk memastikan, kalau rantai pasok nggak dimulai dengan bahan yang “kotor”.
3. Green Manufacturing
Proses produksi sering jadi biang boros energi dan limbah. Di sinilah green manufacturing main peran: pakai mesin hemat energi, proses daur ulang air di pabrik, sampai minimasi sisa bahan produksi.
Contoh konkretnya: pabrik elektronik yang mendaur ulang limbah logam jadi bahan baku baru.
4. Green Logistics
Dalam green supply chain managemet, transportasi juga dianggap nyumbang emisi besar. Makanya, logistik hijau fokus pada rute distribusi yang efisien, penggunaan kendaraan listrik atau biofuel, sampai sistem pengemasan ramah lingkungan.
Misalnya, e-commerce yang kirim barang dengan packaging dari bahan biodegradable.
Green Supply Chain vs Konvensional
Bagian ini sering dilupain, padahal penting banget. Reverse logistics artinya barang bisa balik lagi ke produsen setelah dipakai konsumen. Entah untuk didaur ulang, diperbaiki, atau dibuang dengan cara yang tepat.
Contoh nyatanya: program tukar tambah smartphone lama untuk didaur ulang komponennya.
1. Tujuan Utama
Green supply chain management fokusnya tuh pada pengurangan dampak lingkungan, kayak emisi, limbah, konsumsi energi, sekaligus menjaga efisiensi.
Sementara kalau pendekatan konvensional, dia menekankan cost minimization dan kecepatan pemenuhan permintaan, tanpa pengukuran lingkungan yang sistematis.
2. Pengadaan Bahan (Procurement)
Pada GSCM, procurement mensyaratkan supplier bersertifikat, traceability, dan audit lingkungan; kontrak biasanya memasukkan klausul sustainability.
Tapi kalau konvensional, cenderung memilih supplier berdasarkan harga, lead time, dan kapasitas tanpa kriteria lingkungan yang ketat.
3. Design Product dan Packaging
Green supply chain management mendorong eco-design: material mudah didaur ulang, modularitas untuk perbaikan, dan packaging minimal atau biodegradable.
Sedangkan pendekatan konvensional, prioritasnya itu fitur, biaya bahan terendah, dan packaging yang mungkin lebih murah tapi tidak ramah lingkungan.
4. Proses Produksi dan Operasional
Implementasi GSCM melibatkan efisiensi energi (energi terbarukan, heat recovery), pengurangan limbah at source, dan reuse/recovery systems.
Tapi kalau pendekatan konvensional, hanya fokus pada throughput dan pengurangan biaya operasional tanpa modifikasi signifikan untuk jejak lingkungan.
5. Logistik dan Distribusi
Green supply chain management mengoptimasi rute, konsolidasi pengiriman, pemilihan moda rendah emisi (rail, EV), dan pengemasan yang mengurangi volumetric weight.
Sedang konvensional memilih opsi tercepat/termurah (sering jalan raya dan udara) tanpa memasukkan biaya eksternal emisi.
6. Reverse Logistics & End-of-Life
GSCM membangun mekanisme pengembalian produk, perbaikan, refurbish, dan daur ulang sebagai bagian standar operasi.
Tapi kalau konvensional seringkali tidak punya alur pengembalian yang terstruktur, sehingga produk biasanya kebanyakan berakhir di landfill.
Manfaat Green Supply Chain Management
Kalau udah paham bedanya dengan pendekatan konvensional, sekarang saatnya kita bongkar apa aja manfaat green supply chain management. Berdasarkan penelitian di International Journal of Supply Chain Management (2021), GSCM terbukti memberikan beberapa manfaat untuk perusahaan, yakni:
1. Efisiensi Operasional yang Lebih Tinggi
Pertama, green supply chain management bikin alur produksi lebih hemat energi, minim limbah, dan resource jadi lebih optimal. Dalam jangka panjang, perusahaan bisa mengurangi biaya operasional tanpa harus ngorbanin kualitas layanan maupun produk.
2. Meningkatkan Kualitas Produk dan Proses
Kedua, dengan standar lingkungan yang lebih ketat, proses produksi jadi lebih bersih dan terukur. Ini efeknya bukan cuma ke lingkungan, tapi juga ke kualitas barang yang lebih konsisten dan punya nilai tambah di mata konsumen.
3. Keunggulan Kompetitif di Pasar
Berikutnya, perusahaan yang menerapkan green supply chain management lebih mudah dapet kepercayaan dari konsumen dan investor yang makin peduli isu sustainability. Ini bisa jadi pembeda nyata dibanding kompetitor yang masih pakai pendekatan konvensional.
4. Kepatuhan terhadap Regulasi
Regulasi lingkungan makin ketat dari tahun ke tahun. Dengan GSCM, bisnis udah siap patuh tanpa harus kaget kena denda atau hambatan operasional. Jadi lebih aman dan lebih tahan banting secara hukum.
5. Peningkatan Citra dan Reputasi Brand
Konsumen sekarang lebih kritis: mereka nggak cuma peduli harga dan kualitas, tapi juga nilai di balik brand. Perusahaan dengan rantai pasok hijau lebih gampang bangun image positif, yang ujung-ujungnya bikin loyalitas pelanggan makin kuat.
Strategi Implementasi Green Supply Chain di Bisnis
Setelah tahu manfaatnya, sekarang kita lanjut ngebahas bagaimana bisnis menerapkan green supply chain management?
Berdasarkan penelitian oleh Hasibuan dkk. (2025) dalam Green Supply Chain Management: Strategies for Sustainable Industrial Development, ada lima strategi inti yang terbukti signifikan mendorong kinerja keberlanjutan industri. Berikut uraiannya:
1. Green Purchasing
Pertama-tama, mulai dari hulu dulu. Bisnis perlu pastikan bahan baku dan supplier memenuhi standar lingkungan. Caranya, seleksi vendor dengan sertifikasi hijau seperti ISO 14001, audit rutin ke pemasok, dan kontrak yang memuat klausul sustainability.
Menurut riset Hasibuan dkk., 78% perusahaan yang menerapkan green purchasing seperti itu berhasil menekan dampak lingkungan dari sumber bahan baku.
2. Eco-Design
Produk jangan hanya bagus secara fungsi, tapi juga ramah buat bumi sepanjang siklus hidupnya. Implementasinya bisa berupa desain ulang produk supaya hemat material, gunakan bahan yang gampang didaur ulang, atau minimalisasi packaging sekali pakai.
Studi yang sama juga mencatat kalau perusahaan yang pakai eco-design berhasil mengurangi penggunaan material sampai 15% dan turunkan limbah produksi.
3. Green Manufacturing
Ini titik paling besar dampaknya. Perusahaan bisa pakai mesin hemat energi, manfaatin energi terbarukan (kayak solar panel), serta terapkan sistem reuse air dan recovery limbah.
Hasil penelitian yang sama nunjukkin, bahwa green manufacturing punya pengaruh paling tinggi terhadap kinerja keberlanjutan, bahkan 65% perusahaan responden berhasil hemat energi setelah mengadopsinya.
4. Reverse Logisticcs
Produk jangan berakhir di landfill. Strategi ini bikin jalur balik: produk rusak dikembalikan untuk diperbaiki, dikemas ulang, atau komponennya didaur ulang. Tantangannya emang ada, mulai dari infrastruktur sampai partisipasi konsumen, tapi tetap signifikan.
Hasil survei, 43% perusahaan sudah aktif punya program take-back dan recycling, meski butuh dorongan lebih luas.
5. Enviromental Collaboration
Terakhir, dan ini yang perlu diingat, bahwa green supply chain management bukan kerja solo. Kolaborasi dengan supplier, distributor, bahkan komunitas lokal bisa mempercepat transformasi hijau.
Bentuk nyatanya: audit emisi bareng supplier, training lingkungan, sampai forum kolaborasi keberlanjutan. Data menunjukkan 61% perusahaan yang aktif berkolaborasi berhasil punya performa lingkungan lebih konsisten dan compliance lebih kuat.
Simpulan
Sekarang makin jelas kan, kalau green supply chain management itu bukan sekadar tren hijau-hijauan, tapi strategi nyata buat bikin bisnis lebih efisien, ramah lingkungan, dan tahan banting di tengah tuntutan global. Nah, biar gampang kamu rangkum, ini highlight penting dari pembahasan tadi:
- Green Supply Chain Management adalah pendekatan rantai pasok yang masukin prinsip keberlanjutan di setiap tahap operasional.
- Komponen utamanya meliputi green design, green procurement, green manufacturing, green logistics, dan reverse logistics.
- Dibanding pendekatan konvensional, GSCM lebih fokus ke efisiensi lingkungan, regulasi, dan reputasi, bukan sekadar cost minimization.
- Manfaatnya nyata: efisiensi operasional, kualitas produk meningkat, compliance lebih mudah, citra brand makin kuat, dan daya saing naik.
- Strategi implementasi bisa dimulai dari green purchasing, eco-design, green manufacturing, reverse logistics, hingga environmental collaboration.
Nah, kalau brand kamu lagi cari partner digital marketing yang bisa nge-branding bisnismu agar dikenal target konsumen sebagai bisnis ramah lingkungan, Crepanion tentu bisa jadi jawabannya.
Di Crepa, kita bukan sekadar eksekutor campaign, tapi partner strategis yang mikirin relevansi jangka panjang untuk brand kamu. Mulai dari social media management, crowdsourcing, sampai influencer marketing, semuanya kita kemas biar nyambung sama narasi besar go green dan tren global.
Jadi gimana, Crepanity? Siap scale-up bareng Crepanion dan bikin brand kamu tahan banting di masa depan? Klik ikon WhatsApp di pojok kanan bawah, and let’s talk strategy!
