

Buat Crepanity yang lagi bangun brand, pernah nggak ngerasa kalau campaign kamu udah catchy, visual-nya estetik, copy-nya pun witty, tapi audiens tetap susah engage? Kalau pernah, jangan buru-buru judging campaign-nya gagal. Coba pakai framework storybrand punyanya Donald Miller.
Tenang aja, framework ini bukan asal teori kok. Sejak buku Donald Miller, Building a StoryBrand, terbit, lebih dari satu juta kopi udah tersebar ke seluruh dunia. Bahkan, menurut website resmi StoryBrand, ribuan bisnis global berhasil ningkatin revenue mereka berkat marketing yang pakai pendekatan ini.
Nah, barangkali brand kamu bisa kayak ribuan bisnis global itu, yuk kita bahas bareng soal storybrand framework ini. Kita nanti akan pelajari dari mulai konsep dasarnya, sampai tujuh langkah strategis yang bisa langsung kamu terapin.
Apa Itu Storybrand Donald Miller?
Framework yang dimaksud ini tentu merujuk ke buku Building a StoryBrand karya Donald Miller. Di buku berhalaman 213 itu, Miller ngajak brand buat berhenti jadi pusat cerita, dan mulai fokus ke audiensnya sendiri.
Kalau Crepanion boleh mendefinisikan secara ringkas, storybrand adalah pendekatan komunikasi yang nyusun brand message pakai struktur narasi. Intinya, bikin cerita brand kamu jadi gampang dicerna, relate, dan langsung nyambung ke problem yang dirasain sama calon customer.
Framework storybrand punya tujuh elemen, yang disingkat menjadi SB7. Elemen-elemen ini nantinya ngebantu kamu nyusun cerita yang jelas, engaging, dan bikin audiens ngerasa mereka paham, dipercaya, dan diperhatiin. Persis kayak storytelling, tapi dengan versi yang lebih premium.
7 Elemen Penting dalam Framework Storybrand
Setelah paham konsep dasarnya, sekarang saatnya kenalan lebih dalam sama isi utama framework storybrand yang dikenal dengan SB7. Nah, tujuh elemen ini yang jadi pondasi buat bikin cerita brand kamu jadi makin engaging dan terarah.

1. A Character (Seorang Tokoh)
Setiap cerita dimulai dengan seorang tokoh, pasti itu. Dan dalam storybrand, tokoh ini bukan brand kamu, melainkan pelangganmu. Mereka punya keinginan spesifik, dan lagi cari cara buat mencapainya.
Contoh: Pebisnis yang pengin timnya lebih produktif, atau ibu muda yang cari skincare aman buat bayi.
2. Has a Problem (Yang Punya Masalah)
Seorang tokoh pasti punya masalah dalam hidupnya. Nah, dalam hal ini, masalah yang perlu kamu petakan tentu masalah dari pelanggan. Mereka pasti punya masalah, baik yang kelihatan (eksternal), yang dirasa (internal), maupun yang bersifat prinsip (filosofis). Contohnya:
- Eksternal: Hambatan nyata, kayak tools yang ribet.
- Internal: Frustasi karena nggak ngerti cara pakainya.
- Filosofis: “Kenapa harusnya ini nggak sesulit ini?”
3. And Meets a Guide (Lalu Bertemu dengan Panduan)
Ini bagian di mana brand kamu masuk. Bukan, bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai mentor. Menurut Donald Miller, seorang pemandu atau brand-mu harus nunjukin empati dan otoritas.
Misalnya: “Kami ngerti kesulitan kamu, dan kami tahu cara ngebantu kamu keluar dari situ.”
4. Who Gives Them a Plan (Yang Memberikan Rencana)
Setelah tahu masalah dan menemukan panduan, pelanggan pasti butuh kejelasan. Kejelasan yang dimaksud ini adalah langkah konkret yang bisa mereka ambil. Donald Miller ngasih 2 clue untuk brand kamu menerapkan elemen ini secara maksimal.
- Proses: Misalnya, “Cukup tiga langkah untuk mulai.”
- Jaminan: “Tanpa biaya tersembunyi, tanpa komitmen.”
5. And Calls Them to Action (Dan Mengajak Mereka Bertindak)
Memberi langkah konkret saja tidak cukup. Terkadang orang itu butuh dorongan buat ambil keputusan. Makanya, dalam storybrand harus punya call to action yang jelas, nggak ambigu, dan langsung to the point.
Contoh: “Coba gratis sekarang”, “Pesan sekarang juga”, atau “Isi form konsultasi.”
6. That Ends in a Success (Yang Berakhir dengan Keberhasilan)
Audiens juga pengin tahu, apa sih hasil akhirnya kalau pakai rekomendasi dari pemandu? Di elemen ini, brand perlu bantu mereka membayangkan “versi terbaik” dari diri mereka setelah pakai produk atau jasa kamu.
Contoh: Tim jadi produktif, proses kerja lebih lancar, hidup jadi lebih simple.
7. That Helps Them Avoid Failure (Dan Membantu Mereka Menghindari Kegagalan)
Poin yang terakhir ini bukan buat nakut-nakutin, tapi buat ngasih gambaran risiko kalau mereka nggak ambil aksi. Tujuannya: munculin urgensi.
Misalnya: “Tanpa strategi yang jelas, kamu bisa terus buang waktu dan kehilangan momentum.”
Contoh Penerapan StoryBrand Framework di Landing Page
Biar makin kebayang gimana framework storybrand ini bekerja, coba kita lihat contoh fiktif dari sebuah brand bernama “Briwerk”, platform kolaborasi kerja yang ditujukan untuk startup hybrid.
Penerapan 7 Elemen StoryBrand
1. A Character (Seorang Tokoh)
Bayangin kamu adalah founder startup tech kecil. Tim kamu tersebar di tiga kota, dan tiap minggu kamu harus ngejar deadline, koordinasi project, sampai briefing desain lewat lima tools yang beda.
2. Has a Problem (Yang Punya Masalah)
Masalahnya? Semua berantakan. Komunikasi nyebar, file kesimpen di mana-mana, dan nggak ada yang ngerti prioritas. Secara eksternal kelihatan “oke”, tapi di dalam tim, chaos total.
3. And Meets a Guide (Lalu Bertemu dengan Panduan)
Lalu kamu nemu Briwerk. Mereka bilang, “Kami ngerti gimana stresnya koordinasi tim remote. Kamu butuh tempat kerja digital yang nggak bikin pusing.” Di sinilah peran brand sebagai guide muncul, empatik dan punya solusi.
4. Who Gives Them a Plan (Yang Memberikan Rencana)
Briwerk ngasih rencana jelas:
- Daftar akun gratis
- Sinkronin tools yang udah kamu pakai
- Ajak tim buat pindah kerja bareng dari satu dashboard
5. And Calls Them to Action (Dan Mengajak Mereka Bertindak)
CTA-nya langsung to the point: “Coba gratis selama 14 hari. Nggak cocok? Tinggalin kapan aja.” Simple dan nggak bikin pressure.
6. That Ends in a Success (Yang Berakhir dengan Keberhasilan)
Setelah pakai Briwerk, kamu nggak perlu lagi buka lima tab. Tim lebih sinkron, kerjaan lebih cepat selesai, dan kamu punya lebih banyak waktu mikirin hal strategis.
7. That Helps Them Avoid Failure (Dan Membantu Mereka Menghindari Kegagalan)
Tanpa platform yang terpusat, kerjaan bakal terus bocor di mana-mana. Briefing jadi kabur, progres nggak terpantau, dan kamu kehilangan momen buat scale up tim dengan sehat.
Penerapan Elemen StoryBrand dalam Struktur Website
1. Section 1 — Langsung ke Inti Masalah
Headline: “Kolaborasi Project Tim Tanpa Chaos, Hanya dengan Klik Satu Dashboard!”
Subheadline: Tim hybrid kamu nggak butuh lebih banyak tools. Kamu cuma butuh satu tempat buat kerja bareng dengan rapi dan sinkron.
CTA: Coba Gratis 14 Hari
StoryBrand Elements: Character + Problem + CTA + glimpse of Success
2. Section 2 — Bikin Masalah User Makin Membesar
Headline: “Kok bisa, udah pakai banyak tools tapi kerjaan makin nggak jelas?”
Subheadline: Kalau tiap minggu kamu harus buka 5 tab buat nyari 1 file, atau briefing numpuk di grup yang beda-beda, itu tandanya tim kamu kerja dalam kekacauan sistemik. Bukan kamu yang salah. Tools-nya aja yang bikin ribet.
StoryBrand Element: Has a Problem
3. Section 3 — Brand yang Empatik dan Punya Solusi
Headline: “Kami Pernah Ada di Posisi Kamu, Makanya Kami Bikin Briwerk”
Subheadline: Kami ngerti gimana stresnya koordinasi tim yang tersebar. Dari miskom kecil sampai kerjaan yang dobel-dobel, semuanya bikin performa tim turun. Briwerk lahir dari keresahan itu, dan sekarang bantu ribuan startup kerja lebih efektif.
Trust builder:
- 5.000+ pengguna aktif
- 92% user tetap pakai setelah bulan pertama
- Featured in Techinasia & Startup Lokal
StoryBrand Element: Meets a Guide
4. Section 4 — Cara Mulai yang Gampang Banget
Judul: “Mulai dalam 3 Langkah Saja”
Langkah-langkah:
- Daftar akun (gratis tanpa kartu kredit)
- Integrasikan tools yang kamu pakai sekarang
- Ajak timmu pindah kerja bareng dari satu dashboard
Tambahan copy: Nggak ada learning curve ribet. Biar kamu bisa kerja, bukan sibuk belajar tool baru.
StoryBrand Element: Gives Them a Plan
5. Section 5 — Dorongan Kedua yang Makin Matang
Headline: “Nggak Ada Alasan Buat Ribet Lagi”
CTA Button: Coba Gratis 14 Hari
Supportive text: Tanpa kartu kredit. Bisa cancel kapan aja. Bisa bikin tim kamu jalan bareng sejak hari pertama.
StoryBrand Element: Calls to Action
6. Section 6 — Ajakan Reflektif, Bukan Menakutkan
Headline: “Apa yang Terjadi Kalau Kamu Nggak Bertindak Sekarang?”
Subheadline: Tanpa sistem yang terpadu, kamu bisa terus buang waktu cuma buat nyari info, ngulang kerjaan, atau ngejar timeline yang kelewat. Bukan karena kamu nggak capable, tapi karena sistemnya bikin susah.
StoryBrand Element: Helps Them Avoid Failure
7. Section 7 — Gambarkan Masa Depan Cerah
Judul: “Bayangin Kalau Semua Timmu Sinkron dan Produktif”
Subcopy: Mulai hari Senin pagi tanpa kekacauan. Semua tahu tugasnya, semua update real-time, dan kamu bisa fokus ke hal strategis. Kerja jadi tenang, efisien, dan growth timmu nggak lagi ketahan masalah teknis.
StoryBrand Element: Ends in Success
Kenapa Brand Bisa Gagal Menerapkan Storybrand
Meski simpel dan udah dipakai ribuan brand global, framework storybrand ini masih masih banyak yang ngeklaim, tapi hasilnya zonk. Nah, setelah kamu tahu contoh suksesnya, sekarang saatnya bahas blunder yang sering kejadian.
1. Fokus Ceritanya Masih di Brand, Bukan di Pelanggan
Ini kesalahan paling klasik. Banyak brand bikin storytelling, tapi tokohnya malah si brand sendiri, bukan audiens. Padahal, kunci dari storybrand adalah: kamu bukan pahlawan atau tokoh di cerita ini, pelangganmu lah yang jadi tokoh utama. Brand tak lebih dari pemandu atau jadi guide.
2. Nggak Punya Masalah yang Jelas dan Terdefinisi
Kalau kamu tanya: “Masalah yang diselesaikan brand kamu apa?” dan jawabannya: “Biar hidup user lebih baik”, itu terlalu ngambang. Framework ini bekerja kalau kamu bisa nunjukin pain point yang konkret, relatable, dan urgent.
3. Guide-nya Nggak Meyakinkan
Brand-nya udah berperan sebagai guide, tapi… nggak ada bukti dia layak dipercaya. Entah nggak ada testimoni, nggak ada angka, atau nadanya terlalu “sok tahu” tanpa empati. Padahal, kombinasi empati + otoritas itu fondasi utama posisi si guide.
4. Plan-nya Terlalu Ribet (atau Nggak Ada Sama Sekali)
Banyak brand bikin CTA kayak “Pelajari lebih lanjut di sini”… tapi nggak ada petunjuk langkah konkret. StoryBrand ngajarin kita kasih plan yang sederhana, jelas, dan terasa achievable, biar user langsung kepikiran, “Oh, ini doable kok.”
5. Nggak Ada CTA yang Tegas dan Konsisten
CTA-nya ngumpet, warnanya kalem banget, atau malah beda-beda di tiap section. Framework ini ngingetin: jangan takut minta user ambil aksi. CTA harus kelihatan, konsisten, dan nggak malu-maluin.
6. Terlalu Halus Nunjukin Risiko, Sampai Nggak Terasa
Avoid failure itu elemen penting, tapi banyak brand terlalu takut kedengeran “drama”, akhirnya dilewatkan total. Padahal kamu bisa tetap sounding risiko tanpa menakut-nakuti. Cukup dengan: “Tanpa X, kamu bisa terus stuck di masalah yang sama.”
7. Pesan Brand-nya Nggak Konsisten di Semua Channel
Homepage-nya udah StoryBrand banget, tapi konten medsos-nya ngomong dengan tone dan cerita yang beda. Framework ini bakal efektif kalau kamu jaga benang merahnya di semua channel, baik web, campaign, bahkan pitch deck.
Simpulan
Di atas adalah pembahasan lengkap tentang StoryBrand ala Donald Miller, framework yang bisa jadi penunjuk jalan buat brand kamu makin relevan, relatable, dan resonan di mata audiens. Biar makin nempel, yuk kita rekap bareng poin-poin penting yang tadi udah kita bedah tuntas:
- Apa itu StoryBrand dan kenapa penting: StoryBrand adalah framework naratif yang bantu brand menyusun pesan layaknya cerita. Audiens jadi tokoh utama, brand jadi guide.
- 7 elemen StoryBrand: Dari “Seorang Tokoh” yang punya masalah, bertemu “Panduan”, dapat rencana, diajak bertindak, dan akhirnya sukses atau sebaliknya, gagal kalau nggak bergerak.
- Contoh real penerapan: Kita udah bongkar studi kasus fiktif Briwerk dan ngerajut elemen SB7 ke dalam homepage mereka.
- Kenapa brand bisa gagal menerapkannya: Mulai dari salah posisi cerita (brand jadi pahlawan, bukan guide), sampai CTA yang nggak kelihatan.
Kalau kamu pengen brand kamu nggak cuma didengar, tapi juga nyangkut di benak audiens, Crepanion siap bantu. Mulai dari ngerapihin brand messaging, bikin konten storytelling yang ngena, sampai develop website dengan struktur naratif yang engaging.
Dan tenang aja, kami kerja nggak cuma ngandelin insting. Di Crepa, semua dirancang pakai pendekatan ini:
- Ownership – Brand kamu, tanggung jawab kami.
- Agile – Gercep adaptasi dengan tren, audiens, dan data.
- Risk-Based Thinking – Semua strategi diuji logika dan dampaknya, bukan cuma viral-viral-an doang.
So, Crepanity, udah siap bikin audiensmu bilang “Gue ngerasa banget sama brand ini”? Klik ikon WhatsApp di pojok kanan bawah, dan ngobrol langsung bareng tim Crepanion sekarang juga!