

Sebagai pebisnis, kamu bisa-bisa saja punya produk paling oke, layanan paling cepat, atau harga paling bersahabat. Tapi kalau nggak pakai storytelling marketing, semuanya nggak akan jadi apa-apa. Karena sekarang, audiens nggak cuma lihat apa yang dijual, tapi juga gimana cerita di baliknya bisa nyentuh hati mereka.
Menurut riset dari Headstream, 55% konsumen itu lebih tertarik membeli produk dari brand yang punya narasi kuat. Bahkan 44% dari mereka akan nyebarin ceritanya ke teman atau keluarganya. Artinya, storytelling marketing ini memang salah satu gaya paling gurih bikin brand bisa memikat hati audiens.
Tapi sebelum buru-buru pakai storytelling marketing, penting banget buat kamu tahu dulu tentang jenis, struktur, dan elemen dasarnya. Sebab tanpa fondasi yang jelas, campaign kamu bakal berantakan. Di artikel ini, kita akan kupas tuntas, mulai dari definisi sampai tips menerapkannya
Apa Itu Storytelling Marketing?
Biar nggak beda tafsir, dan kamu bisa memakai pendekatannya dengan lebih tepat, mari kita sepakati dulu apa itu storytelling marketing.
Dilansir dari artikel ilmiah Choi, (2024), storytelling marketing adalah pendekatan pemasaran yang mengandalkan kekuatan narasi, untuk membangun koneksi emosional antara brand dan audiensnya.
Jadi prinsipnya bukan cuma “menjual sesuatu”, tapi juga “mengisahkan sesuatu” yang relevan dengan audiens. Dan ketika audiens udah merasa “ini brand aku banget sih”, di situlah mereka nggak cuma jadi audiens, tapi juga berpotensi berubah menjadi pelanggan (conversion).
Manfaat Storytelling Marketing untuk Bisnis
Perlu kamu ketahui juga, kalau storytelling marketing ini membawa manfaat yang amat besar bagi bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Angelia Anastasya dkk., (2022), membuktikannya sendiri.
1. Meningkatkan Brand Equity
Menurut Anastasya dan teman-temannya, storytelling marketing punya pengaruh yang signifikan terhadap brand equity. Brand equity sendiri mencakup hal-hal penting kayak brand awareness, asosiasi merek, hingga loyalitas. Bahkan menurutnya, strategi ini lebih kuat dari diskon atau iklan hard selling.
2. Mendorong Keputusan Pembelian
Masih dari studi yang sama, storytelling marketing juga terbukti berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Narasi yang disampaikan dengan cara yang humanis dan menyentuh, terbukti bisa mendorong konsumen buat ambil keputusan lebih cepat. Kenapa bisa begitu?
Karena audiens jadi nggak merasa sedang “dipaksa” untuk membeli. Justru mereka merasa dimengerti. Masalah hidup mereka ditampilkan lewat cerita, dan solusinya hadir lewat produk kamu, tanpa harus dijelaskan secara to the point.
3. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
Berikutnya, ketika sebuah brand menyajikan cerita yang jujur dan transparan, konsumen jadi merasa lebih dihargai sebagai manusia, bukan sekadar target pasar. Apalagi kalau storytelling-nya dikemas dari sudut pandang user experience, review jujur, atau bahkan perjalanan si founder.
Jenis-jenis Storytelling Marketing
Dalam memakai storytelling marketing, kamu juga nggak bisa asal-asalan. Harus tahu dulu jenis storytelling yang seperti apa, yang pas buat karakter brand dan target audiens kamu. Nah, menurut penjelasan dari adamadra.com, ada beberapa jenis storytelling marketing yang umum digunakan. Berikut di antaranya:.
1. Cerita Perjalanan: Brand sebagai Penuntun
Jenis storytelling ini menggambarkan audiens sebagai “tokoh utama” yang sedang berjuang mengatasi masalah. Dalam proses berjuang itu, brand hadir sebagai penuntun untuk mencapai tujuannya. Jadi fokusnya bukan pada kehebatan brand, tapi pada “peran” brand dalam membantu audiens.
Contohnya bisa kamu lihat pada iklan-iklan Nike atau Tokopedia. Mereka nggak cuma jual sepatu atau platform, tapi menampilkan kisah seseorang yang berjuang, lalu berhasil dengan brand sebagai support system di belakang layar.
2. Cerita Awal Mula: Asal-Usul Brand
Pada jenis ini, cerita berfokus pada asal-usul brand. Bisa soal kenapa brand kamu didirikan, tantangan awalnya seperti apa, atau nilai-nilai yang terus dijaga sejak awal. Cerita ini bisa bikin brand terasa lebih manusiawi, dan punya kedekatan emosional dengan audiens.
Contohnya kayak cerita founder Gojek tentang bagaimana layanan ini lahir dari keresahan pribadi terhadap akses transportasi. Atau seperti kisah UMKM yang dibangun dari nol karena ingin bantu komunitas sekitar. Cerita yang seperti ini bikin brand lebih mudah dipercaya.
3. Cerita Pelanggan: Suara Mereka, Cerita Mereka
Alih-alih brand yang perform, jenis storytelling kedua mengangkat pengalaman nyata dari pelanggan. Bisa berupa testimoni, review, atau bahkan kisah personal mereka saat menggunakan produk kamu. Ini efektif buat bangun trust karena datang langsung dari orang biasa, bukan dari brand.
Misalnya, kampanye Shopee yang menampilkan penjual rumahan yang sukses berjualan online. Atau Glints yang sharing kisah pengguna mereka yang berhasil dapat kerja impian. Storytelling model ini biasanya bikin audiens merasa, “Kalau mereka bisa, harusnya gue juga bisa.”
4. Cerita Berbasis Nilai: Ketika Brand Punya Prinsip
Ini jenis storytelling yang mengangkat nilai, visi, atau sikap brand terhadap isu tertentu. Cocok buat brand yang ingin lebih dari sekadar jualan, tapi juga menyuarakan hal yang mereka yakini. Misalnya seperti keberlanjutan, kesetaraan, atau inklusivitas.
Misalnya, Patagonia yang terang-terangan mengkampanyekan pelestarian lingkungan dalam tiap narasinya. Atau Erigo yang menyisipkan pesan tentang keberagaman dalam fashion. Jenis cerita semacam ini kuat banget buat bangun komunitas dan loyalitas dalam jangka panjang.
Struktur Storytelling Marketing yang Efektif
Setelah memahami jenisnya, kamu juga perlu memahami strukturnya. Sebab “nyawa” dari storytelling marketing datang dari strukturnya. Ibarat storytelling ini bangunan, maka struktur adalah kerangkanya.
Nah, salah satu struktur yang paling banyak dipakai adalah Freytag’s Pyramid (Piramida Freytag), yang awalnya dipakai buat drama lima babak, tapi ternyata juga ampuh buat bikin narasi brand yang engaging. Berikut penjelasannya:

1. Exposition (Eksposisi)
Di tahap ini, kamu ngenalin tokoh, latar, dan situasi. Dalam konteks marketing, ini bisa berupa penggambaran masalah yang sering dihadapi target audiens kamu. Prinsipnya, bikin audiens merasa, “Wah, ini gue banget.”
Contoh: “Banyak UMKM kesulitan jualan karena belum paham digital marketing.”
2. Inciting Incident (Insiden Pemicu)
Tahap kedua momen yang jadi pemicu konflik. Misalnya, ada perubahan, tantangan, atau kondisi baru yang bikin karakter (alias audiens) merasa harus melakukan sesuatu. Ingat, konflik di sini betul-betul harus relevan dengan target audiens kamu.
Contoh: “Karena pandemi, bisnis offline gue anjlok total.”
3. Rising Action (Aksi Meningkat)
Tangga storytelling yang ketiga, cerita mulai berkembang. Di ini tunjukkan perjuangan atau proses sosok menghadapi konflik. Ini bagian penting buat membangun kedekatan emosional. Bisa berupa eksplorasi solusi, trial & error, atau tantangan baru yang sedang muncul.
Contoh: “Mereka coba jualan online tapi bingung mulai dari mana, sempat gagal beberapa kali.”
4. Climax (Klimaks)
Selanjutnya, ini titik paling tegang dalam storytelling. Di sini, audiens bertanya-tanya, misalnya: “Bakal berhasil nggak sih ini?” Jika dalam konteks storytelling marketing, ini bisa jadi momen ketika solusi dari brand mulai diambil dan hasilnya masih belum pasti.
Contoh: “Akhirnya mereka ikut workshop digital marketing dan mulai ngerti cara promosiin produk.”
5. Falling Action (Aksi Menurun)
Setelah klimaks, ketegangan perlahan mulai reda. Tampilkan gimana solusi tadi mulai memberikan hasil. Bisa disertai perubahan positif, rasa lega, atau peningkatan kondisi yang dirasakan tokoh utama (alias audiens kamu).
Contoh: “Mereka mulai dapet orderan lewat Instagram dan Shopee.”
6. Resolution (Resolusi)
Di fase ini konflik udah selesai, dan hasilnya juga jelas. Brand kamu di tahap ini muncul sebagai pemandu yang berhasil bantu audiens keluar dari masalah. Kalau storytelling kamu kuat, di sini audiens mulai berpikir, “Kayaknya gue juga pengin nyobain ini.”
Contoh: “Sekarang mereka bisa jualan lintas kota, dan omzetnya pun naik dua kali lipat.”
7. Denouement (Penutup)
Terakhir bagian yang merapikan sisa-sisa cerita. Bisa berupa soft call to action atau pesan moral yang memperkuat hubungan jangka panjang antara brand dan audiens. Nggak harus dramatis, yang penting tetap menyentuh.
Contoh: “Semua bisnis bisa bertumbuh, asal mau belajar dan ditemani partner yang tepat.”
Tips Menerapkan Storytelling Marketing
Sebelum kamu menerapkan storytelling marketing, ada beberapa tips praktis yang bisa kamu pahami agar campaign-mu makin efektif. Dikutip dari breezycontent.com, berikut uraiannya:
1. Kenali Audiens Kamu dan Masalah Mereka
Yaps, storytelling yang baik selalu dimulai dari empati. Kalau kamu belum benar-benar paham siapa audiens kamu, apa yang mereka cari, dan apa yang bikin mereka frustrasi, ya ceritanya bakal kedengaran kosong.
Maka, sebelum melakukan storytelling marketing, kamu perlu:
- Lakukan riset sederhana tentang karakter audiens kamu
- Tulis pain point mereka secara spesifik
- Bayangkan bagaimana cerita kamu bisa “menyentuh” mereka secara emosional
2. tentukan Inti Cerita Brand-mu
Ingat, dalam storytelling marketing, brand kamu bukan tokoh utama, melainkan peran atau partner audiens. Karenanya, cerita yang kamu bangun tetap harus punya benang merah yang kuat: visi, nilai, dan alasan kenapa brand kamu layak dipercaya.
Kamu bisa lakukan tiga hal ini:
- Ceritakan asal-usul brand (kenapa kamu mulai ini semua)
- Tegaskan nilai dan misi yang kamu bawa
- Tunjukkan apa yang bikin brand kamu beda dari yang lain
3. Mainkan Emosi dalam Cerita
Jangan bikin cerita yang klise, atau terasa datar-datar aja. Kalau kamu buat cerita yang demikian, jangan heran kalau audiens juga nggak ngelakuin apa-apa untuk brand-mu. Ssebab storytelling yang efektif selalu punya muatan emosional, entah itu bikin senyum, terharu, atau semangat.
Untuk itu, beberapa hal yang perlu kamu lakukan adalah:
- Masukkan konflik yang relatable dan nyata
- Gunakan tone yang sesuai: kadang bisa fun, kadang bisa serius
- Bangun cerita yang bisa membuat audiens merasa “terwakili”
4. Ikuti Struktur narasi yang Jelas
Sebelumnya Crepanion sudah menyarankan freytag’s pyramid sebagai struktur storytelling yang bisa kamu pakai. Untuk melengkapi, kamu perlu memperhatikan empat hal ini:
- Tentukan karakter utama (audiens kamu)
- Perjelas masalah yang mereka hadapi
- Tawarkan solusi (produk/jasa kamu)
- Tutup dengan CTA (call to action) yang konkret dan persuasif
5. Eksplorasi Format Konten yang Variatif
Tips yang terakhir, perhatikan betul format konten stroytelling yang kamu pakai. Karena nggak semua cerita dan audiens cocok dijelaskan lewat, misalnya, artikel panjang. Maka, sesuaikan format dengan preferensi audiens dan konteks platform. Misalnya:
- Blog atau artikel → buat edukasi dan thought leadership
- Video → kuat secara emosional, cocok untuk kampanye visual
- Infografik → ringkas dan visual, pas buat media sosial
- Podcast → ideal buat obrolan storytelling yang mendalam
- User-generated content (UGC) → suara dari konsumen sendiri bisa jadi narasi paling autentik
Simpulan
Itulah tadi penjelasan tentang storytelling marketing, mulai dari definisinya, jenis-jenisnya, sampai cara menerapkannya secara efektif. Sebelum kamu mulai menyusun cerita brand-mu, yuk ingat kembali poin-poin penting berikut ini:
- Manfaat Storytelling marketing: Dalam sebuah penelitian, storytelling marketing mampu meningkatkan brand equity, mendorong keputusan pembelian, dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
- Kenali jenis-jenis storytelling: Setiap brand butuh pendekatan yang beda, mau fokus ke perjalanan pelanggan, kisah awal mula, suara konsumen, atau nilai yang diusung.
- Gunakan struktur cerita yang jelas: Pakai Freytag’s Pyramid untuk membangun alur yang kuat, dari eksposisi sampai penutup.
- Terapkan storytelling secara strategis: Mulai dari riset audiens, susun pesan utama brand, mainkan emosi, lalu eksekusi dalam berbagai format konten yang relevan.
Kalau kamu ingin menerapkan storytelling marketing, tapi ternyata keterbatasan tim dan waktu, tenang saja. Crepanion bisa jadi partner bisnis kamu. Kami bisa bantu brand kamu “bercerita, terhubung, dan dikenang oleh audiens” dengan berbagai cara.
Mulai dari produksi visual konten feed, reels, copywriting, sampai kolaborasi dengan influencer yang sesuai karakter brand kamu, semuanya bisa. Kamu tinggal ceritakan planing-nya, kami eksekusi sesuai permintaan, dan kamu tinggal tunggu hasilnya.
Gimana? Mau langsung gas atau tanya-tanya dulu? Boleh kok. Silakan klik banner di bawah buat terhubung sama tim Crepanion!